Hati-hati! Pola Makan yang Salah Ini Jadi Penyebab Utama Stunting di Kota Bandung
Wargi Bandung, sebaiknya mulai memperhatikan pola makan. Terutama, bagi para calon ibu. Karena ternyata, penelitian menunjukkan pola makan yang salag menjadi salah satu penyebab terjadinya stunting di Kota Bandung.
Hal ini terungkap dari survei Tim Audit Kasus Stunting (AKS) Kota Bandung dari dua kecamatan dan tiga kelurahan Kota Bandung.
Menurut Kepala Divisi Obstetri dan Ginekologi Sosial RSHS, dr. Dini Hidayat yang juga terlibat dalam Tim AKS memaparkan hasil temuannya di Kelurahan Kujangsari, Kecamatan Bandung Kidul.
"Ada tiga penyebab terbesar stunting di Kota Bandung, yakni pola makan calon ibu, permasalahan sanitasi dasar, dan penanganan remaja menikah usia dini," ujar Dini.
Dini mengatakan, saat survei di lokasi tersebut, pola makan para ibu hamil masih perlu dibenahi. Selain itu, menurutnya edukasi terkait pernikahan dini, alat KB, dan antisipasi stunting masih harus terus digencarkan.
"Ada yang lagi hamil, tapi makannya cuma mi instan. Mungkin karena cuma itu yang bisa masuk perut ya. Tapi, tetap harus diatur pola makannya dengan yang bergizi," katanya.
Selain itu, Dini mengaku, kerap menemukan kasus pernikahan dini. Risiko dari pernikahan dini atau di bawah usia tak hanya berdampak pada stunting, tapi juga kematian ibu dan anak.
"Ada yang umur 14 tahun dinikahkan orang tuanya karena merasa sudah tidak sanggup secara ekonomi. Akhirnya saya cuma bisa memberi saran agar menunda kehamilan dulu," katanya.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kota Bandung, Dewi Kania Sari menyampaikan, berdasarkan data SSGI tahun 2021, prevalensi stunting di Kota Bandung sejumlah 26,40 persen.
"Dari hasil audit pertama ini, kita akan mengambil rencana tindak lanjut penanganan stunting. Stunting menjadi prioritas kami, sudah dimasukkan ke RPJMD," kata Dewi.
Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, kata dia, menargetkan pada 2022 prevalensi stunting bisa turun menjadi 23,12 persen. Lalu, di tahun 2023 turun menjadi 19,01 persen.
"Semoga 2024 prevalensi stunting kita bisa turun sampai 14 persen," katanya.
Menurutnya, dalam setahun Pemkot Bandung perlu melakukan audit stunting sebanyak dua kali. Untuk audit kasus stunting kedua rencananya akan dilakukan di bulan Nov 2022.
"Audit pertama itu kita ambil contoh dari dua kecamatan dan tiga kelurahan berdasarkan prevalensi tertinggi se-Kota Bandung," katanya.
Lokasi tersebut antara lain Kecamatan Babakan Ciparay yang terdiri dari Kelurahan Margahayu Utara dan Babakan Ciparay. Lalu, Kecamatan Bandung Kidul yang difokuskan di Kelurahan Kujangsari.
"Kelurahan Margahayu Utara sasarannya bayi dua tahun (baduta) dan ibu nifas berisiko stunting. Sedangkan Kelurahan Babakan Ciparay sasarannya ibu hamil berisiko stunting. Lalu, di Kujangsari sasarannya calon pengantin berisiko stunting," jelasnya.
Melalui audit ini, ia berharap bisa memunculkan output kesepakatan rencana tindak lanjut stunting dengan strategi kolaborasi pentahelix.
"Adapun strategi tersebut yakni, meningkatkan kolaborasi di setiap tingkatan, percepatan program penurunan stunting, bertambahnya peran lembaga swasta dan masyarakat, naiknya edukasi masyarakat, mendorong kemampuan kelompok masyarakat yang terlibat, dan perbaikan manajemen data terkait stunting," paparnya.