Umum

Pendidikan Kewirausahaan di Perguruan Tinggi Dinilai Bisa Atasi Pengangguran Intelektual

Pakar Pendidikan Kewirausahaan UPI, Prof Dr Endang Supardi MSi,
Pakar Pendidikan Kewirausahaan UPI, Prof Dr Endang Supardi MSi,

BANDUNG---Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada 2020, Generasi Z mendominasi dengan jumlah sekitar 74,93 juta jiwa, atau 27,94 persen populasi. Generasi Milenial menyusul dengan jumlah sekitar 69,38 juta jiwa. Milenial menjadi penduduk dominan urutan kedua dengan presentase 25,87 persen. Generasi X mengikuti dengan jumlah sekitar 58,65 juta jiwa.

Menurut Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dalam bidang Bidang Ilmu Pembelajaran Kewirausahaan pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, Prof Dr Endang Supardi, MSi, generasi milenial dan Z memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan sebelumnya terkait dengan revolusi teknologi digital. Saat ini, eberapa lembaga pendidikan formal, termasuk pendidikan tinggi telah melakukan reformasi dan modernisasi dalam kegiatan pembelajarannya.

Khususnya, kata dia, berfokus pada Pendidikan Kewirausahaan yang membekali peserta didik memiliki kompetensi untuk berfikir kreatif, berani mengambil resiko, berjiwa kepemimpinan dan pantang menyerah.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

"Pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi merupakan salah satu fokus dari kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM), yang mendorong pengembangan minat wirausaha mahasiswa dengan kegiatan belajar yang sesuai," ujar Prof Endang yang mengangkat tema Pendidikan Kewirausahaan untuk Generasi Milenial dan Generasi Z, Penguatan Kecerdasan Emosional, Model Bisnis, dan Smart Education, saat Pengukuhan Guru Besar, belum lama ini.

Menurutnya, fokus pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi saat ini dapat diwadahi melalui program kewirausahaan MBKM. Terutama, terkait dengan peningkatan kapasitas dan kompetensi mahasiswa.

Karena, kata dia, minat dan potensi wirausaha generasi milenial yang besar ini perlu didukung dan difasilitasi melalui tata kelola pendidikan tinggi yang mendukung program kewirausahaan mahasiswa di perguruan tinggi. Serta, untuk memperkuat ekonomi nasional dan mendukung percepatan ekonomi digital menuju revolusi industri 4.0.

"Pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi dapat memperkuat program kegiatan wirausaha mahasiswa," katanya.

Sehingga, kata dia, mahasiswa yang memiliki minat berwirausaha dapat mengembangkan usahanya lebih dini dan terbimbing. Selain itu, pendidikan kewirausahaan diyakini dapat menangani permasalahan pengangguran intelektual dari kalangan sarjana.

"Secara langsung maupun tidak langsung, pendidikan kewirausahaan dapat memperkuat kemandirian ekonomi nasional dan mendukung percepatan ekonomi digital," katanya.

Mahasiswa, kata dia, sebagai bagian dari generasi Z ini terkenal memiliki lebih banyak bakat dan pengetahuan sebagai hasil dari berbagai konsep kreatif dan baru. Sehingga, telah banyak lahir wirausahawan muda sukses melalui berbagai usaha kreatif dengan memanfaatkan perkembangan teknologi dalam berkontribusi dan berperan dalam menumbuhkan perekonomian bangsa.

Pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi, kata dia, pada intinya berkaitan dengan upaya menumbuhkan karakter wirausaha mahasiswa, menumbuh-kembangkan wirausaha baru kreatif dan inovatif, membantu mahasiswa dalam menentukan keunikan usaha dengan menemukan ceruk pasar yang tepat untuk meningkatkan peluang keberhasilan usaha.

"Serta, mendukung implementasi kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Proses pembelajaran dan pendidikan kewirausahaan tersebut dapat lebih efektif dengan adanya penguatan kecerdasan emosional kepada mahasiswa generasi muda tersebut," katanya.

Strategi pengembangan kecerdasan emosional untuk meningkatkan keberhasilan wirausaha, kata dia, dapat dilakukan pendidikan kewirausahaan secara emosional. Sehingga, memungkinkan calon wirausaha untuk siap dan dilengkapi dengan kesesuaian emosional yang diperlukan di dunia kewirausahaan .

Selain itu, kata dia, pendekatan klinis dapat dilakukan dengan cara mengundang wirausaha berpengalaman. Jadi, wirausaha yang baru lahir bisa berinvestasi, mencari profesional klinis untuk membantu dalam memahami tantangan emosional dan menerima dukungan emosional yang tepat.

"Jadi, dukungan lembaga pendidikan dalam menciptakan masyarakat dengan dukungan kecerdasan emosional yang tepat dalam kewirausahaan dapat diterapkan juga dalam konsep inkubator, akselerator, dan pelatihan bisnis," katanya.

Wirausahawan, kata dia, dapat lebih mudah menganalisis model bisnis dengan menggunakan kanvas model bisnis (business model canvas). Kanvas model bisnis ini adalah semacam alat analisis untuk menggambarkan dan menilai model bisnis.

Yakni, mencakup empat bidang usaha pelanggan, penawaran, infrastruktur, dan kelayakan finansial melalui sembilan komponen. Yaitu, segmen pelanggan, proposisi nilai, saluran, hubungan pelanggan, aliran pendapatan, sumber daya utama, aktivitas utama, kemitraan utama, dan struktur biaya.

Dengan konsep pemahaman model kanvas ini, peserta didik dapat memahami mengenai bisnis yang akan dibangun, mulai dari siapa yang akan dilayani, apa yang akan ditawarkan, bagaimana caranya untuk menghasilkan suatu produk, dan bagaimana cara untuk mendapatkan laba, serta dapat membedakan dirinya secara strategis terhadap pesaing .

Melalui kanvas model bisnis tersebut, kata dia, peserta didik yang mengikuti pendidikan kewirausahaan dapat meningkatkan kemampuannya dalam menyusun business plan dan menentukan strategi bisnis yang tepat.

Kombinasi kanvas model bisnis dengan analisis SWOT, kata dia, merupakan awal yang baik untuk melakukan analisis bisnis. Kemampuan peserta didik dalam membangun kecerdasan emosional dan analisis model bisnis tersebut dapat didukung dengan adanya smart education. Sehingga tujuan dari pendidikan kewirausahaan itu sendiri dapat tercapai secara efektif.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image